BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Indonesia terdiri atas banyak aneka suku bangsa yang tersebar di segala penjuru nusantara. Setiap suku mempunyai kebudayaan, adat istiadat, pandangan, serta cara memenuhi kebutuhan hidup yang berbeda-beda. Kini, makalah ini akan membahas tentang masyarakat yang hidup di daerah Lampung, mulai dari unsur kebudayaan hingga apa yang menjadi fokus dan etos mereka.
Melalui Pelabuhan Internasional Teluk Lampung, Lampung telah berhubungan dengan negara Cina dan India sejak awal abad ke-13. Catatan musafir Tiongkok yang pernah mengunjungi Indonesia pada abad VII, yaitu I Tsing disebutkan bahwa Lampung itu berasal dari kata To-lang-po-hwang. To berarti orang dalam bahasa Toraja, sedangkan Lang-po-hwang kepanjangan dari Lampung. Jadi, To-lang-po-hwang berarti orang Lampung.
Portugis memasuki Lampung dari Tahun 1511 hingga 1518, selanjutnya Lampung berada di bawah kesultanan Banten. Tahun 1808 jatuh ketangan Belanda, kemudian dijajah oleh Inggris tahun 1817 dan tahun 1856 Perang Lampung berakhir, namun kolonialisme Belanda tetap berlanjut hingga tahun 1949 diselingi Jepang pada tahun 1942. Karena pernah dipengaruhi oleh berbagai budaya, latar belakang tersebut memperkaya kebudayaan Lampung. Sebelum diakui menjadi suatu propinsi Lampung secara resmi berdasarkan UU no. 14 tahun 1964 pada 8 Maret 1964, Lampung merupakan wilayah karesidenan yang tergabung dalam Propinsi Sumatera Selatan.
Masyarakat adat Lampung terdiri atas dua golongan, yaitu masyarakat Pepadun (Pedalaman) dan Pesisir. Kedua masyarakat tersebut mempunyai tempat bermukim yang berbeda. Keduanya pun memiliki adat istiadat serta sifat yang sedikit berbeda, sehingga menarik untuk dipelajari dan dilihat perbedaannya lebih lanjut.
Di sebelah utara, Lampung berbatasan dengan propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sedangkan bagian baratnya dibatasi oleh Samudera Indonesia. Selat Sunda membatasi bagian selatan wilayah ini, sedangkan bagian timur dibatasi oleh Laut Jawa. Letak wilayah Lampung secara geografis tersebut dianggap cukup strategis karena berperan sebagai penghubung antar pulau Jawa dan Sumatera.
Dalam perkembangannya, daerah Lampung yang memiliki wilayah seluas 35,288.35 km2 ini telah mengalami beberapa perubahan budaya dan pergeseran tata cara kehidupan, namun tetap tanpa mengubah apa yang telah menjadi tradisi mereka yang telah dilestarikan secara turun temurun.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1. Apa sajakah unsur-unsur kebudayaan dari budaya Lampung?
1.2.2. Apakah yang merupakan fokus kebudayaan masyarakat Lampung?
1.2.3. Apakah yang merupakan etos kebudayaan masyarakat Lampung?
1.2.4.Adakah pergeseran budaya dari budaya tradisional masyarakat Lampung dengan masyarakat jaman sekarang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Mengetahui unsur-unsur kebudayaan dari budaya Lampung.
1.3.2. Mengetahui unsur yang merupakan fokus kebudayaan masyarakat Lampung.
1.3.3. Mengetahui unsur yang merupakan etos kebudayaan masyarakat Lampung.
1.3.4. Mengetahui adanya pergeseran budaya dari budaya tradisional masyarakat Lampung dengan masyarakat jaman sekarang.
1.4 Metodologi Penelitian
Dalam Penelitian ini, kami menggunakan dua cara untuk mengumpulkan data, yaitu:
1.4.1. Studi Pustaka
Dengan menggunakan bahan-bahan dalam buku atau website di internet sebagai sumber data dan referensi.
1.4.2. Wawancara
Kami juga secara langsung mewawancarai seorang narasumber sebagai sumber informasi. Secara khusus kami mendatangi anjungan daerah Lampung yang terletak di Taman Mini Indonesia Indah agar kami dapat menemukan narasumber yang tepat untuk tugas ini.
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
2.1 Pengertian kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Kata kebudayaan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan istilah culture dan dalam bahasa Belanda disebut cultuur. Kedua kata ini berasal dari bahasa Latin colere, yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Dengan demikian, culture atau cultuur diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Beberapa ahli antopologi memberikan definisi kebudayaan sebagai berikut :
Melville J. Herkovits memandang kebudayaan sebagai suatu yang superorganic karena kebudayaan yang turun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kelahiran dan kematian.
Edward B. Taylor melihat kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan tang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Ralph Linton mengemukakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap, dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang deperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya. Rasa yang meliputi jiwa manusi, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Di dalamnya termasuk agama, ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup bermasyarakat dan yang antara lai menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Semua karya, ras, dan cipta ini dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaanya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat.
Ilmu antropologi memberi definisi tentang kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat).
Beberapa ahli antropologi memberikan definisi kebudayaan yang dapat digunakan untuk kepentingan praktis dan bersifat operasional. Kebudayaan adalah sistem nilai, norma, pengetahuan, keyakinan dan kepercayaan yang dimiliki orang individi melalui proses belajar dan digunakan untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Dari berbagai definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia. Perwujudan kebudayaan meliputi benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, baik berupa pla perilaku, bahasa maupun benda-benda atau hasil ciptaan manusia lainnya, seperti peralatan hidup, organisasi sosial, religi, dan seni. Kesemuanya ditujukan untuk membantu manusi dalam mempertahankan hidupnya.
Berdasarkan wujudnya, kebudayaan dapat digolongkan atas kebudayaan yang bersifat abstrak dan kebudayaan yang bersifat konkrit.
• Kebudayaan yang bersifat abstrak ini letaknya ada di dalam pikiran manusia sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Misalnya, terwujud sebagai ide, gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan, dan cita-cita. Jadi, budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dri kebudayaan. Ideal artinya sesuatu yang merupakan cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran yang telah menjadi kesepakatan. Sekarang wujud ideal ini banyak tersimpan dalam karangan-karangan dan buku-buku.
• Kebudayaan yang bersifat konkrit, wujudnya berpola dari tindakan atau perbuatan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan, atau difoto. Koentjaraningrat menyebut sifat konkrit kebudayaan dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas perilaku, bahasa, dan materi.
2.2 Unsur-unsur kebudayaan
Kebudayaan setiap masyarakat tentu terdiri dari unsur-unsur tertentu yang merupakan bagian dari suatu kebulatan, yakni kebudayaan itu sendiri. Ada 7 unsur kebudayaan yang bersifat universal. Unsur-unsur tersebut ialah:
2.2.1. Peralatan dan perlengkapan hidup
Hasil karya manusia melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama melindungi masyarakat dari lingkungannya. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi pada hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh unsur berikut ini:
Alat-alat produktif
Alat-alat produktif adalah alat-alat yang berfungsi untuk melaksanakan suatu pekerjaan produktif seperti jala ikan, alat penenun kain, alat pemintal benang, cangkul, bajak, mesin percetakan, dan kendaraan.
Senjata
Dalam masyarakat tradisional, selain digunakan untuk membela diri dari ancaman kelompok lain maupun binatang buas, berburu dalam rangka memenuhi kebutuhan akan daging. Dalam hal ini senjata berfungsi sebagai alat produktif. Dalam masyarakat modern, senjata digunakan sebagai alat membela diri dan olahraga.
Wadah
Wadah adalah alat atau piranti yang berfungsi untuk menampung, menimbun, dan menyimpan barang-barang seperti periuk, piring, guci, dan teko. Bahan-bahan dasarnya dapat berasal dari bambu, kayu, kulit, tanah, batu, kaca, dan logam.
Pakaian dan perhiasan
Bahan pakaian yang kita kenal sejak dulu dapat berupa dedaunan, kulit pohon atau hewan, hingga bahan-bahan yang ditenun dengan teknologi tertentu. Berdasarkan fungsinya, pakaian dibedakan atas pakaian yang semata-mata untuk menahan pengaruh iklim, pakaian sebagai lambang keunggulan dan gengsi, pakaian sebagai lambang kesucian, dan pakaian sebagai perhiasan badan. Sebagai perlengkapan busana, manusia mengenal berbagai perhiasan yang terbuat dari beragam bahan, seperti aluminium, emas, tembaga, hingga kerangka hewan seperti siput. Pada zaman dahulu, orang yang menggunakan perhiasan dari emas hampir di seluruh tubuhnya menunjukkan kalau ia berasal dari kalangan bangsawan atau kerajaan.
Tempat berlindung atau perumahan
Wujud kebudayaan yang paling menonjol pada masyarakat hingga saat ini adalah tempat berlindung. Pada masyarakat tradisional, rumah umumnya dalam gua tanah atau batu dan rumah dedaunan atau kulit kayu. Pada masyarakat modern, perumahan dibangun dengan ukuran, bentuk, dan bahan-bahan yang bervariasi.
Alat-alat transportasi
Pada zaman ini alat transportasi tidak hanya dipakai sebagai alat transportasi tetapi juga alat rekreasi dan olahraga. Juga dapat menjadi tanda kelas sosial seseorang.
2.2.2 Sistem mata pencaharian
Berburu dan meramu
Merupakan jenis mata pencaharian masyarakat yang paling tua. Berburu dilakukan langsung dengan menangkap dan mengkonsumsi hewan buruan. Meramu dengan cara mengambil berbagai tumbuhan dari hutan. Kegiatan perburuan menggunakan teknik-teknik konvensional seperti dengan tombak, juga dengan ilmu gaib.
Beternak
Merupakan salah satu mata pencaharian yang diusahakan secara besar dan terdapat di berbagai daerah. Beberapa suku bangsa peternak menunjukkan sifat-sifat yang agresif dikarenakan kepentingan mereka untuk menjaga keamanan ternak-ternak mereka. Zaman dahulu, kegiatan peternakan dilakukan dalam lingkup keluarga, dimana pekerja peternakan adalah anggota keluarga. Zaman sekarang aktivitas ini telah berkembang seperti kegiatan ekonomi lainnya.
Bertani
Pada masyarakat tradisional, pengolahan tanah pertanian masih dilakukan dengan teknologi-teknologi sederhana. Tuan tanah adalah pemilik tanah pertanian. Buruh tani adalah pengolah tanah pertanian tersebut. Pada masyarakat modern, pengolahan tanah dilakukan dengan mmanfaatkan teknologi mutakhir.
Menangkap ikan
Merupakan mata pencaharian yang cukup tua selain berburu dan meramu. Menangkap ikan umumnya merupakan usaha sambilan selain bercocok tanam. Pada masyarakat tradisional, kegiatan ini umumnya dilakukan dengan teknologi sederhana.
2.2.3 Sistem kemasyarakatan
2.2.3.1 Sistem kekerabatan
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan. Kelompok kekerabatan umumnya dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu:
1) Keluarga Ambilineal Kecil
Kelompok ini beranggotakan 25-30 orang. Mereka hidup dalam jangka waktu tertentu, saling mengenal, dan memahami hubungan kekerabatan mereka. Keluarga ini menghidupkan rasa kepribadian karena menguasai sejumlah harta produktif yang dapat dinikmati oleh keluarganya, seperti tanah, sawah, ternak.
2) Keluarga Ambilineal Besar
Anggotanya terdiri atas beberapa generasi yang turun-menurun dengan jumlah warganya mencapai ratusan. Anggota kelompok tidak saling mengenal secara mendalam. Mereka berkumpul pada saat upacara keagamaan.
3) Klen (Clan) Kecil
Merupakan suatu kelompok kekerabatan dimana satu dengan yang lainnya terikat melalui garis-garis keturunan laki-laki atau perempuan saja. Mereka saling mengenal dan tinggal bersama dalam satu lingkungan.
4) Klen (Clan) Besar
Merupakan suatu kelompok kekerabatan terdiri dari semua keturunan seorang nenek moyang baik laki-laki maupun perempuan. Keanggotaannya ditarik melalui garis keturunan ibu atau ayah. Jumlahnya mencapai ribuan orang. Mereka tidak saling mengenal, umumnya disatukan dan terikat oleh tanda-tanda lahiriah yang dimiliki oleh klen itu.
5) Fratri
Merupakan kelompok-kelompok kekerabatan yang patrilineal atau matrilineal. Sifatnya lokal dan merupakan gabungan dari kelompok klen besar maupun kecil.
6) Paroh Masyarakat (Moeity)
Adalah kelompok kekerabatan gabungan klen seperti fratri tetapi selalu merupakan separoh dari suatu masyarakat.
2.2.3.2 Organisasi Sosial
Adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat baik yang berbadan hukum maupun tidak, berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.
Berdasarkan kegiatannya organisasi sosial dapat dikelompokkan menjadi:
• Bidang pendidikan: sekolah, universitas, organisasi profesi pendidikan
• Bidang kesejahteraan sosial: panti asuhan, panti jompo
• Bidang kesehatan: yayasan kesehatan, rumah sakit, balai pengobatan
• Bidang keadilan: lembaga bantuan hukum
2.2.4 Bahasa
Merupakan alat perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi. Bahasa dapat berupa tulisan, lisan, isyarat.
Fungsi khusus bahasa:
• Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari (fungsi praktis)
• Mewujudkan seni apabila manusia mengolah bahasa secara indah
• Mempelajari naskah-naskah kuno
• Mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi
2.2.5 Kesenian
Mengacu pada nilai keindahan yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan sekitarnya. Dipandang dari sudut kesenian sebagai keindahna yang dinikmati, ada dua lapangan besar , yaitu:
• Seni Rupa: seni patung, seni relief, seni lukis, seni tari.
• Seni suara: seni vokal, seni instrumental, seni sastra.
Lapangan kesenian yang mencakup kedua lapangan diatas adalah seni drama yang mengandung unsur-unsur pengintegrasian semua seni.
2.2.6 Sistem Ilmu dan Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesutau yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan dan harapan. Sistem pengetahuan secara umum dikelompokkan atas:
• Pengetahuan tentang alam, meliputi pengetahuan tentang musim atau gejala alam dari dongeng maupun mitos.
• Pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan bahan-bahan makanan dan perumahan dari tumbuh-tumbuhan. Pengetahuan ini berkembang menjadi pengetahuan tentang obat-obatan.
• Pengetahuan tentang tubuh manusia, ditujukkan untuk usaha pengobatan berbagai penyakit.
• Pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia, untuk mengatur pergaulan manusia. Contohnya pengetahuan tentang tanda-tanda tubuh, sopan santun pergaulan, norma, dan hukum.
• Pengetahuan tentang ruang dan waktu, dikembangkan untuk menghitung jumlah-jumlah yang besar, mengukur tinggi, dan menentukan penanggalan.
2.2.7 Sistem Kepercayaan (Religi)
Edward Burnett Taylor mengemukakan bahwa tumbuhnya religi dimulai dari kesadaran manusia akan adanya roh yang tidak nyata di alam ini. R. Marett mengemukakan bahwa manusia mengenal religi sejak mereka masih hidup sederhana, dimulai dengan kepercayaan animisme dan pra animisme. Bangsa Indonesia saat ini memiliki 5 agama yang diakui.
Ketujuh unsur pokok di atas disebut sebagai kebudayaan universal (cultural universal). Unsur-unsur kebudayaan ini masih dapat dipecah-pecah lagi menjadi nsur-unsur kebudayaan yang lebih kecil lagi. Ralph Linton menyebutnya sebagai kegiatan-kegiatan kebudayaan (cultural activity). Contoh: cultural universal sistem mata pencaharian, masih dipecah lagi atas cultural activity pertanian, peternakan, nelayan, pedagang, dan sebagainya.
Ralph Linton merinci kembali kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsur-unsur yang lebih kecil lagi yang disebut trait complex. Contoh, kegiatan pertanian dirinci lagi atas unsur-unsur seperti irigasi, sistem pengolahan tanah dengan bajak. Selanjutnya trait complex dirinci lagi menjadi traits. Contoh, trait complex mengolah tanah dengan bajak dirinci lagi menjadi teknik mengendalikan bajak. Selanjutnya traits dapat dirinci lagi ke unsur yang lebih kecil lagi yakni items. Contoh, alat bajak bisa dirinci lagi menjadi bagian-bagian tertentu seperti tiang penarik, pisau bajak, dan kemudi.
2.3 Fokus kebudayaan
Fokus kebudayaan adalah suatu kebudayaan yang memiliki suatu atau beberapa pranata tertentu yang merupakan unsur pokk dalam kebudayaan mereka sehingga unsur itu disukai oleh sebagian besar warga masyarakatnya dan dengan demikian mendominasi banyak aktivitas dalam kehidupan masyarakat mereka.
Contoh tentang fokus kebudayaan ini adalah unsur kesenian dalam masyarakat Bali, gerakan kebatinan dan mistik dalam kebudayaan golongan masyarakat priyayi di Jawa Tengah, peperangan antarfederasi kelompok kekerabatan dalam masyarakat suku bangsa Dani di Irian Jaya.
2.4 Etos kebudayaan
Etos kebudayaan adalah suatu watak khas dari suatu kebudayaan yang sangat sering diperlihatkan oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut, sehingga watak khas tersebut tampak atau dengan mudah diketahui oleh orang-orang di luar pendukung kebudayaan tersebut. Biasanya watak khas yang dimaksud akan terlihat pada gaya tingkah laku, kegemaran-kegemaran, dan benda-benda hasil karya mereka.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat umum adalah misalnya seorang berkebudayaan Batak yang belum mengenal kebudayaan Jawa akan mengatakan bahwa watak khas kebudayaan Jawa adalah keselarasan, kesuraman, ketenangan berlebih-lebihan yang berakibat pada kelambanan dan menjelimet.
Ruth Benedict meneliti tentang etos kebudayaan dengan hasil penelitian sebagai berikut:
• Watak Dionysian
Kebudayaan yang memancarkan sifat agresif, menghargai watak yang ketat dan inisiatif individu, memiliki konsepsi bahwa rohani seseorang dapat diperkuat dengan cara sengaja mencari kesukaran dan dengan menyakiti diri, Misalnya kebudayaan Indian Crow di Amerika.
• Watak Apollonian
Watak yang memancarkan ketenangan, keseimbangan, dan keselarasan yang tidak menghendaki keadaan jiwa yang berlebih-lebihan atau yang mengganggu dan curiga terhadap sikap yang individualistis. Misalnya orang Indian Zuni di barat daya Amerika Serikat.
• Watak Paranoid
Watak khas yang memancarkan tipu muslihat, kelicikan, dan sifat-sifat pengecut, gemar ilmu sihir dan guna-guna untuk merugikan orang lain tanpa membahayakan diri sendiri, di mana setiap orang takut kepada dan membenci orang lain. Contohnya orang Dobu di Kepulauan Melanesia.
• Watak Megalomaniac
Watak khas yang memancarkan sifat agresif, penyaing, besar mulut, dan suka mengagung—agungkan diri. Contohnya orang Indian Kwakiuti di Kanada.
BAB III
PEMBAHASAN dan ANALISIS
3.1 Tujuh Unsur Kebudayaan Lampung
3.1.1 Bahasa
Bahasa-bahasa yang digunakan di Lampung merupakan cabang Sundik yakni berasal dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat. Bahasa ini digunakan tidak hanya di propinsi Lampung saja namun bagian Selatan Palembang dan Pantai Barat Banten juga menggunakan bahasa tersebut.
Adapun aksara lampung yang disebut Had Lampung(KaGaNga). Aksara ini ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah. Had Lampung ini dipengaruhi oleh dua unsur, yaitu :
1. Aksara Pallawa (India Selatan) berupa suku kata yang merupakan huruf hidup.
2. Huruf Arab,menggunakan tanda-tanda fathah di baris atas dan tanda-tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang dan masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
Berdasarkan peta bahasa, bahasa Lampung memiliki dua subdialek :
1. Dialek Belalau (Dialek Api), terbagi menjadi :
- Bahasa Lampung Logat Belalau dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong, Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja Basa. Banten di di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang.
-Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.
-Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung, Kecamatan Pugung dan Kecamatan Way Jepara.
-Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
-Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
-Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.
-Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring dipertuturkan oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komring, Tanjung Raja dan Kayuagung di Propinsi Sumatera Selatan.
2. Dialek Abung (Dialek Nyow), terbagi menjadi :
-Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Kota Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung di Gedongmeneng dan Labuhan Ratu.
-Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji.
3.1.2 Peralatan dan Perlengkapan Hidup
1. Tapis
Tapis adalah kain khas Lampung yang terbuat dari tenunan benang kapas dengan hiasan motif, sulaman benang emas atau perak. Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis (muli-muli) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Kain Tapis saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Tapis dapat dibedakan menurut pemakaiannya, seperti contohnya:
• Tapis Jung Sarat: Dipakai oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat. Dapat juga dipakai oleh kelompok isteri kerabat yang lebih tua yang menghadiri upacara mengambil gelar, serta muli cangget (gadis penari) pada upacara adat.
• Tapis Bidak Cukkil: Model kain Tapis ini dipakai oleh laki-laki pada saat menghadiri upacara-upacara adat.
• Tapis Silung: Dipakai oleh kelompok orang tua yang tergolong kerabat dekat pada upacara adat seperti mengawinkan anak, pengambilan gelar, khitanan dan lain-lain. Dapat juga dipakai pada saat pengarakan pengantin
• Tapis Tuho: Tapis ini dipakai oleh seorang isteri yang suaminya sedang mengambil gelar sutan. Dipakai juga oleh kelompok orang tua (mepahao) yang sedang mengambil gelar sutan serta oleh isteri sutan dalam menghadiri upacara pengambilan gelar kerabatnya yang dekat.
2. Jangat
Jangat adalah alat untuk menghaluskan belahan-belahan rotan. Dibuat dari bahan besi lengkung tipis dan tajam yang ditancapkan di atas potongan batang kayu. Mata pisaunya dibuat sendiri atau dapat dibeli. Cara pemakaiannya adalah: belahan-belahan rotan yang panjang dimasukkan di antara kedua pisau besi itu, kemudian silih berganti ditarik.
3.1.3 Sistem Mata Pencaharian
Aktifitas produksi di Lampung yang utama adalah pertanian, termasuk perkebunan, kehutanan dan budidaya perikanan. Propinsi Lampung adalah penghasil utama kopi Robusta; dimana Lampung adalah salah satu yang terluas daerah perkebunan kopinya. Penghasil utama di bidang pertanian adalah padi, minyak kelapa, kopi, cengkeh, dan hasil pertanian lainnya, peternakan dan perikanan. Produksi kopi, minyak kelapa, dan makanan dalam kemasan, minyak, kayu lapis dan produksi kayu lainnya. Selain itu, Lampung juga penghasil buah-buahan tropis seperti : mangga, rambutan, durian, pisang, nanas, dan jeruk. Hasil panen utama yang lain adalah kelapa, karet mentah, minyak kelapa, coklat, lada dan sejenisnya.
3.1.4 Sistem Kekerabatan
Masyarakat Lampung merupakan masyarakat dengan sistem menurut garis ayah (Geneologis-Patrilinial), yang terbagi-bagi dalam masyarakat keturunan menurut Poyang asalnya masing-masing yang disebut "buay". Setiap kebuayan itu terdiri dari berbagai "jurai" dari kebuwaian, yang terbagi-bagi pula dalam beberapa kerabat yang terikat pada satu kesatuan rumah asal (nuwou tubou, lamban tuha).
Kemudian dari rumah asal itu terbagi lagi dalam beberapa rumah kerabat (nuwou balak, lamban gedung). Ada kalanya buay-buay itu bergabung dalam satu kesatuan yang disebut "paksi". Setiap kerabat menurut tingkatannya masing-masing mempunyai pemimpin yang disebut "penyimbang" yang terdiri dari anak tertua laki-laki yang mewarisi kekuasaan ayah secara turun temurun.
Hubungan kekerabatan adat lampung terdiri dari lima unsur yang merupakan lima kelompok. Pertama, kelompok wari atau adik wari, yang terdiri dari semua saudara laki-laki yang bertalian darah menurut garis ayah, termasuk saudara angkat yang bertali darah. Kedua, kelompok lebuklama yang terdiri dari saudara laki-laki dari nenek (ibu dari ayah) dan keturunannya dan saudara laki-laki dari ibu dan keturunannya. Ketiga, kelompok baimenulung yang terdiri dari saudara-saudara wanita dari ayah dan keturunannya. Keempat, kelompok kenubi yang terdiri dari saudara-saudara karena ibu bersaudara dan keturunannya. Kelima, kelompok lakau-maru, yaitu para ipar pria dan wanita serta kerabatnya dan para saudara karena istri bersaudara dan kerabatnya.
Bentuk perkawinan yang berlaku adalah partrilokal dengan pembayaran jujur (ngakuk mulei), dimana setelah kawin mempelai wanita mengikuti dan menetap dipihak kerabat suami, atau juga dalam bentuk marilokal (semanda) dimana setelah kawin suami ikut pada kerabat istri dan menetap di tempat istri.
Untuk mewujudkan jenjang perkawinan dapat ditempuh dalam dua cara, yaitu cara kawin lari (sebambangan) yang dilakukan bujang-gadis sendiri dan cara pelamaran orang tua (cakak sai tuha) yang dilakukan oleh kerabat pihak pria kepada kerabat pihak wanita.
Perkawinan yang ideal dikalangan orang lampung adalah pria kawin dengan wanita anak saudara wanita ayah (bibik, keminan) yang disebut "ngakuk menulung" atau dengan anak saudara wanita ibu (ngakuk kenubi)/ perkawinan yang tidak disukai adalah pria dan wnaita anak saudara laki-laki ibu (ngakuk kelana) atau dengan anak wanita saudara laki-lakinya (ngakuk bai/wari) atau juga dengan anak dari saudara pria nenek dari ayah (ngakuk lebu). Lebih-lebih tidak disukai kawin dengan suku lain (ulun lowah) atau orang asing. Apalagi berlainan agama (sumang agamou).
Jika dari suatu ikatan perkawinan tidak mendapatkan keturunan sama sekali, maka untuk menjadi penerus keturunan ayah, dapat diangkat anak tertua dari adik laki-laki atau anak kedua dari kakak laki-laki untuk menegakkan (tegak tegi) keturunan yang putus (maupus). Jika tidak ada anak-anak saudara yang bersedia diangkat dapat mengangkat orang lain yang bukan anggota kerabat, asal saja disahkan dihadapan kerabat dan prowitan adat. Tetapi jika hanya mempunyai anak wanita, maka anak itu dikawinkan dengan saudara misalnya yang laki-laki/ anak wanita itu dijadikan kedudukan laki-laki dan melakukan perkawinan semanda ambil suami (ngakuk ragah). Dengan begitu maka anak laki-laki dari perkawinan mereka kelak akan menggatikan kedudukan kakeknya sebagai waris mayorat sehingga keturunan keluarga tersebut tidak putus (mak mupus).
3.1.5 Sistem Kesenian
Sastra lisan merupakan salah satu tradisi khas masyarakat Lampung. Ada berbagai jenis syair yang dikenal masyarakat Lampung, diantaranya pattun (pantun), pepatcur, pisaan, adi-adi, segata, sesikun, memmang, wawancan, hahiwang,dan wayak. Sifat-sifat orang Lampung juga diungkapkan dalam sebuah adi-adi (pantun):
Tandani hulun Lampung, wat piil-pusanggiri
Mulia hina sehitung, wat malu rega diri
Juluk-adok ram pegung, nemui-nyimah muwari
Nengah-nyampur mak ngungkung, sakai-sambaian gawi.
Sifat yang tergambar dalam pantun di atas antara lain: piil-pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri), juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya), nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu), nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis), dan sakai-sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).
Seni sastra dapat dijumpai di berbagai aspek budaya masyarakat Lampung. Misalnya, di upacara perkawinan, seperti petikan syair di bawah ini:
jak ipa niku kuya
jak pedom lungkop-lungkop
badan mak rasa buya
ngena kebayan sikop
(dari mana kau kuya (nama binatang air)
dari tidur berbalik-balik
badan tiada letih
dapat pengantin cantik)
Petikan tulisan ini adalah wayak, sebuah puisi lama dari khasanah sastra lisan Lampung dan dikenal di Pesisir Lampung. Wayak Jak Ipa Niku Kuya ini seperti terpatri dalam ingatan seorang anak Lampung karena sering dilafalkan saat mengiringi prosesi perkawinan adat Lampung. Isinya, sebuah sindirin bagi seseorang (diibaratkan kuya) yang pemalas, tetapi (seperti mimpi) tiba-tiba mendapatkan gadis cantik. Sindir-menyindir dalam bahasa yang penuh petatah-petitih, tradisi ini masih kuat dalam masyarakat tradisional Lampung di umbul-umbul (sejenis desa).
Sastra lisan Lampung juga mengenal warahan, semacam kisah rakyat yang dituturkan seorang pewarah (semacam pengisah atau pendongeng) kepada seseorang atau khalayak. Dalam perkembangannya, warahan dapat berbentuk puisi, puisi lirik, atau prosa, tergantung dari kemampuan di pewarah dalam bertutur. Kalau kemudian ada kreativitas yang berupaya memasukkan warahan dalam seni olah peran, teater modern, itu karena memang dalam tradisi warahan, terdapat unsur-unsur olah vokal dan sesekali pewarah menirukan gerak tokoh yang ia ceritakan, meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana.
3.1.6 Sistem Kepercayaan (Religi)
Menurut salah satu teori asal-usul terbentuknya masyarakat Lampung, penduduk Lampung yang berasal dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat disebut Tumi (Buay Tumi) menganut kepercayaan dinamis, yang dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa. Buai Tumi kemudian kemudian dapat dipengaruhi empat orang pembawa Islam berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang ke sana.
Masyarakat Lampung didominasi oleh agama Islam, namun terdapat juga agama Kristen, Katolik, Budha dan Hindu. Untuk Lampung, persatuan adat, kekerabatan, kerajaan, (ke)marga(an), dan semacamnya memang lebih kental dalam bentukan identitas kolektif. Aspek agama Islam, ternyata memberikan warna dan pencitraan tersendiri dalam kaidah kelembagaan maupun kebudayaan.
Faktor alamiah, yang membuat identifikasi awal misalnya pranata sosial masyarakat dengan mentalitas Islam, religiositas tradisi, kebajikan-kebajikan sosial, kecenderungan untuk hidup bersama, kehalusan budi, dan conformism merupakan ciri-ciri peradaban Islam yang melekat dalam adat Lampung. Aplikasi nilai-nilai agama juga ternyata berpengaruh menimbulkan transformasi manusia dan kebudayaan di Lampung.
Masyarakat Lampung mengenal berbagai tradisi atau upacara yang tidak trerlepas dari unsur keagamaan. Dalam masyarakat Lampung ada beberapa bagian siklus kehidupan seseorang yang dianggap penting sehingga perlu diadakan upacara-upacara adat yang bercampur dengan unsur agama Islam.
Di antaranya adalah:
1. upacara kuruk liman, disaat kandungan umur 7 bulan
2. upacara saleh darah yaitu upacara kelahiran
3. upacara mahan manik yaitu upacara turun tanah, bayi berumur 40 hari
4. upacara khitanan bila bayi berumur 5 tahun
5. upacara serah sepi bila anak berumur 17 tahun dan sebagainya
6. Juga upacara perkawinan, kematian dan upacara adat lainnya seperti cokok pepadun yaitu pelantikan pengimbang baru sebagai kepala adat.
3.1.7 Sistem Ilmu Pengetahuan
Sistem Arsitektur
Arsitektur tradisional Lampung umumnya terdiri dari bangunan tempat tinggal disebut Lamban, Lambahana atau Nuwou, bangunan ibadah yang disebut Mesjid, Mesigit, Surau, Rang Ngaji, atau Pok Ngajei, bangunan musyawarah yang disebut sesat atau bantaian, dan bangunan penyimpanan bahan makanan dan benda pusaka yang disebut Lamban Pamanohan.
Rumah orang Lampung biasanya didirikan dekat sungai dan berjajar sepanjang jalan utama yang membelah kampung, yang disebut tiyuh. Setiap tiyuh terbagi lagi ke dalam beberapa bagian yang disebut bilik, yaitu tempat berdiam buway . Bangunan beberapa buway membentuk kesatuan teritorial-genealogis yang disebut marga. Dalam setiap bilik terdapat sebuah rumah klen yang besar disebut nuwou menyanak. Rumah ini selalu dihuni oleh kerabat tertua yang mewarisi kekuasaan memimpin keluarga.
Arsitektur lainnya adalah “lamban pesagi” yang merupakan rumah tradisional berbentuk panggung yang sebagian besar terdiri dari bahan kayu dan atap ijuk. Rumah ini berasal dari desa Kenali Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung Barat.. Ada dua jenis rumah adat Nuwou Balak aslinya merupakan rumah tinggal bagi para Kepala Adat (penyimbang adat), yang dalam bahasa Lampung juga disebut Balai Keratun. Bangunan ini terdiri dari beberapa ruangan, yaitu Lawang Kuri (gapura), Pusiban (tempat tamu melapor) dan Ijan Geladak (tangga "naik" ke rumah); Anjung-anjung (serambi depan tempat menerima tamu), Serambi Tengah (tempat duduk anggota kerabat pria), Lapang Agung (tempat kerabat wanita berkumpul), Kebik Temen atau kebik kerumpu (kamar tidur bagi anak penyimbang bumi atau anak tertua), kebik rangek (kamar tidur bagi anak penyimbang ratu atau anak kedua), kebik tengah (yaitu kamar tidur untuk anak penyimbang batin atau anak ketiga).
Bangunan lain adalah Nuwou Sesat. Bangunan ini aslinya adalah balai pertemuan adat tempat para purwatin (penyimbang) pada saat mengadakan pepung adat (musyawarah). Karena itu balai ini juga disebut Sesat Balai Agung. Bagian bagian dari bangunan ini adalah ijan geladak (tangga masuk yang dilengkapi dengan atap). Atap itu disebut Rurung Agung. Kemudian anjungan (serambi yang digunakan untuk pertemuan kecil, pusiban (ruang dalam tempat musyawarah resmi), ruang tetabuhan (tempat menyimpan alat musik tradisional), dan ruang Gajah Merem ( tempat istirahat bagi para penyimbang) . Hal lain yang khas di rumah sesat ini adalah hiasan payung-payung besar di atapnya (rurung agung), yang berwarna putih, kuning, dan merah, yang melambangkan tingkat kepenyimbangan bagi masyarakat tradisional Lampung Pepadun.
3.2 Fokus Kebudayaan Lampung
Menurut sumber dari website http://ulunlampung.blogspot.com/2007/02/nasib-bahasa-lampung.html , unsur kebudayaan yang paling dominan adalah bahasa, karena bahasa merupakan unsur terpenting dalam pembentukan masyarakat Lampung. Bahasa Lampung juga memiliki aksara sendiri (Had Lampung (KaGaNga), serta memiliki keragaman dalam hal sastra, seperti pattun (pantun), pepatcur, pisaan, adi-adi, segata, sesikun, memmang, wawancan, hahiwang,dan wayak. Hal ini menunjukan bahasa Lampung merupakan bahasa yang maju.
3.3 Etos Budaya Lampung
Menurut kitab Kuntara Raja Niti, orang Lampung memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
(1) piil-pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)
(2) juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)
(3) nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)
(4) nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)
(5) sakai-sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).
3.4 Hasil Wawancara
Untuk membandingkan antara data primer dengan data sekunder, kelompok kami melakukan wawancara dengan Bapak Herianto selaku narasumber dari Anjungan Lampung, Taman Mini Indonesia Indah. Pertanyaan yang kami ajukan adalah tujuh unsur budaya Lampung, fokus budaya Lampung, etos budaya Lampung, dan perubahan atau pergeseran budaya yang terjadi sampai saat ini.
3.4.1 Tujuh Unsur Budaya Lampung Berdasarkan Wawancara dengan Bapak Herianto:
3.4.1.1 Religi atau Sistem Kepercayaan
Masyarakat Lampung pada masa lampau menganut sistem kepercayaan dinamisme yaitu menyembah benda-benda keramat seperti pohon yang berusia ratusan tahun dan diberi sesajen. Pengaruh Hindu pun cukup kental terutama bagi masyarakat daerah pedalaman. Saat mengadakan Ritual Pengangkatan Gelar Kepala Adat diharuskan untuk mempersembahkan kepala kerbau, kerbau yang dipilih harus benar-benar berwarna hitam dan jika memiliki kekayaan lebih, kepala adat tersebut bisa mempersembahkan sampai 24 kerbau, tetapi hanya 1 kepala kerbau yang disimbolkan. Pada masa ini, masyarakat Lampung didominasi oleh agama Islam yang dibawa oleh Sultan Hasannudin.
3.4.1.2 Bahasa
Lampung memiliki dua dialek nyo (artinya: apa) berasal dari daerah pedalaman dan api (artinya: apa) berasal dari daerah Pesisir. Sampai saat ini bahasa Lampung masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Lampung memiliki huruf-huruf aksara Lampung yang menyerupai aksara Jawa.
3.4.1.3 Mata Pencaharian
Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Lampung adalah agraris; pertanian dan perkebunan serta perikanan. Hasil bumi yang terkenal dari daerah pedalaman adalah lada hitam dan lada putih. Sedangkan dari daerah pesisir banyak menghasilkan kopi, kakao, kelapa hibrida, padi dan perikanan. Pada masa sekarang banyak penduduk yang merantau untuk mengubah nasib dan ingin berkembang.
3.4.1.4 Kesenian
Seni musik yang terkenal adalah Gamelan Lampung disebut juga Talo Balak, Kulitang Pring (terbuat dari bambu), Gambus Luni, semua alat musik ini dimainkan dengan cara dipukul. Kain Tenun khas Lampung; Tapis digunakan pada saat acara-acara khusus seperti perkawinan, penyambutan tamu, dan pengangkatan gelar. Kain tersebut ditenun oleh alat bernama panto, dan manto adalah orang yang menenunnya. Tarian yang terkenal adalah tari canggat (menari di atas talam), tari melinting canggat, dan tari singgeh pengeunteun dilakukan saat sedang penyambutan tamu dan ditarikan secara ganjil 7,9 orang. Kegiatan berpantun pun diberlakukan pada acara kumpul-kumpul atau silahturahmi dan juga saat acara-acara besar seperti perkawinan dan kematian.
3.4.1.5 Teknologi
Perkakas yang digunakan sehari-hari adalah sekelak, yaitu tungku untuk memasak. Masyarakat Lampung tradisional juga menggunakan buah gerenuk, labu dan maja yang dikeringkan digunakan sebagai alat untuk mengambil air, dan bubu untuk menangkap ikan. Teknik pembangunan rumah adat yang besar dan kokoh terbuat dari kayu, berbentuk rumah panggung yang disebut sebagai Nuo Lamban Balak.
3.4.1.6 Kekerabatan
Sistem kekerabatan Lampung menarik garis dari ayah atau patrilineal. Bentuk perkawinan pada umumnya pihak laki-laki lah yang melamar dan pada hari pertama lamaran membawa hantaran berupa buah, kue-kue disertai alunan musik gamelan; Talo Balak. Pada perkawinan pun diberlakukan penyembelihan kepala kerbau minimal 1 ekor. Pada masyarakat Lampung Pedalaman memiliki peraturan yang ketat yaitu pasangan yang sudah menikah tidak boleh bercerai, jika terpaksa bercerai akan dikenakan denda sebesar 50gram emas dibayar kepada pihak yang diceraikan. Lain hal dengan masyarakat Lampung Pesisir diperbolehkan kawin cerai, misalkan jika pasangan tersebut tidak memiliki keturunan dan harus berpisah. Bagi Masyarakat Pesisir, sangat memalukan jika terjadi kawin lari atau disebut sebambangan, karena dianggap seperti mencoreng nama keluarga sendiri.
3.4.1.7 Pengetahuan
Masyarakat Lampung mempercayai garuda sebagai pembawa berita. Misal pemberitahuan tentang adanya bencana. Masyarakat Lampung tidak mempercayai sistem penaggalan seperti halnya pada masyarakat Jawa yang bergantung pada sistem penanggalan dan pembacaan rasi bintang saat memulai masa bertani.
3.4.2 Fokus Kebudayaan Lampung
Hasil wawancara dari narasumber kami, yaitu Bapak Herianto yang memang asli penduduk Lampung mengatakan suatu unsur yang mendominasi dari kebudayaan ini adalah Sistem upacara adat dan Sistem Kesenian. Sistem upacara adat yang terdiri dari sistem dan tata cara perkawinan, pengangkatan gelar kepala adat, upacara penyambutan tamu yang di lengkapi dengan tari-tarian seperti tari cangget. Serta norma adat yang mengikat terutama bagi suku Lampung Pedalaman, jika melanggar norma adat akan diberi denda bahkan sampai di usir dari kelompoknya. Secara tidak langsung sistem kesenian terutama tari-tarian (tari cangget) dan sastra yang mendominasi merupakan dampak dari sistem upacara adat yang menyertakan tari-tarian dan pantun sebagai media atau bagian dari upacara adat.
3.4.3 Etos Kebudayaan Lampung
“Tidak berbeda dari daerah Sumatra lainnya, watak penduduk Lampung terutama daerah Pedalaman adalah keras kepala, terlihat kasar atau membentak saat berbicara tetapi tidak bermaksud marah.”, tutur Bapak Herianto. Watak lainnya adalah setia kawan yang kental sekali diindentifikasikan dengan sifat yang sosialis, bersilahturahmi dan ramah menyambut tamu, memiliki piil pusanggiri; harga diri yang tinggi apalagi jika memiliki gelar, dan suka bergotong royong atau istilah dalam bahasa Lampung sakai sambaian.
3.4.4 Perubahan atau Pergeseran Budaya Lampung
Perubahan budaya yang terjadi pada saat ini terlihat jelas pada sistem religi. Menurut Bapak Herianto, masyarakat Lampung pada saat ini didominasi oleh agama Islam, serta agama minoritas dari pendatang seperti Kristen, Budha, Katholik. Tidak lagi memiliki kepercayaan dinamisme seperti para leluhurnya dahulu. Perubahan cara berpakaian mengikuti perkembangan zaman, tidak lagi menggunakan pakaian adat kecuali pada acara-acara khusus seperti perkawinan. Soal perkawinan tidak lagi dibatasi mencari pasangan yang satu suku, bebas memilih pasangan dari luar. Namun banyak pula kebudayaan yang masih bertahan. Diantaranya adalah sistem kesenian dan kekerabatan. Sampai sekarang, Pemda Lampung masih berusaha melestarikan kesenian Lampung seperti tari-tarian daerah maupun seni sastra, yang setiap tahun diadakan festivalnya. Menurut Bapak Herianto, upacara perkawinan masyarakat Lampung yang cukup rumit juga tetap dijalankan secara lengkap sampai sekarang.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari penelitian mengenai kebudayaan Lampung, dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya:
4.1 Perubahan Kebudayaan
Seiring jalannya waktu, beberapa unsur kebudayaan Lampung mengalami pergeseran diantaranya unsur religi berupa perubahan agama yang dianut, dari kepercayaan dinamisme dan Hindu menjadi mayoritas beragama Islam. Dari segi perlengkapan hidup, sebagian besar masyarakat Lampung telah menyesuaikan dengan perubahan zaman dengan mengganti peralatan-peralatan hidupnya menjadi lebih modern dan praktis. Pakaian adat yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari juga mulai dititnggalkan.
4.2 Perbedaan Data Primer dan Sekunder
Dalam penelitian ini digunakan dua macam metode pengumpulan data berupa studi pustaka dan wawancara. Hasil dari kedua metode ini menunjukkan sedikit perbedaan. Perbedaan tersebut tampak pada fokus kebudayaan. Menurut data pustaka yang kami temukan, unsur kebudayaan masyarakat Lampung yang paling dominan adalah bahasa. Bahkan sastra Lampung dianggap salah satu kesenian yang paling dibanggakan oleh masyarakat Lampung. Sedangkan menurut hasil wawancara kami, Bapak Herianto berpendapat bahwa fokus kebudayaan Lampung terletak pada sistem upacara adat dan keseniannya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Ridjal Kapita. 2001. Study Guide: Cultural Anthropology. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School of Public relations Jakarta.
http://akademilampung.wordpress.com/2008/01/20/arsitektur-tradisional-lampung/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Lampung
http://regionalinvestment.com/sipid/id/bataswilayah.php?ia=18&is=35
http://ulunlampung.blogspot.com/2007/02/nasib-bahasa-lampung.html
http://ulunlampung.blogspot.com/2007/10/tradisi-lisan-lampung-yang-terlupakan.html
http://ulunlampung.blogspot.com/2007/12/sekilas-tentang-adat-lampung.html
http://uun-halimah.blogspot.com/2008/04/jangat-lampung.html
http://wisata.multiply.com/notes/item/8
http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2003/0828/wis04.html
http://www.visitlampung.com/?pilih=profil&mod=yes